Sejarah Keris Sitapak - Simonglang

Menurut cerita rakyat di pantai Utara desa Pemalang, sebelum abad ke 15 terjadi perang adu kesaktian antara Adipati Papak Purbaya dari Kerajaan Mataram (Jawa Tengah), dengan Prabu Slingsingan dari Siliwangi (Jawa Barat). Pernag memuncak di daerah Cirebon, Sang Prabu Slingsingan menggunakan keris Kujang dan Adipati Papak Purbaya menggunakan keris Simonglang. Mereka beradu kekuatan dengan keris tersebut sehingga menunjukan keampuhannya, keris Slingsingan dapat menembus bumi tetapai Simonglang tidak dapat membumi. Namun demikian adu kesaktian dapat dimenangkan oleh Adipati Papak Purbaya dengan keris simonglangnya (ketika dikejar dapat lari ke desa Pesantren Ulujami kabupaten Pemalang). Kemudian dengan kekuatan gaibnya dapat melumpuhkan kesaktian prabu Slingsingan walau dengan keris Kujang yang dapat menembus bumi di daerah Pemali (Losari perbatasan Cirebon – Brebes).
Usai memenangkan peperangan itu, dari daerah Cirebon Adipati Papak Purbaya ketika hendak pulang ke Mataram, dan ketika dalam perjalanan pulang di sebuah hutan rimba melihat asap api membumbunh ke atas, lalu asap api itu didatangi oleh Adipati.
Ternyata ketika sampai di tempat tersebut, yang ditemui di tempat itu adalah seorang nenek tua renta sedang menjaga tanaman semangka sebagai tanaman hasil cocok tanamnya di hutan yang penuh dengan pohon-pohon randu.
Akhirnya adipati Papak Purbaya bertanya “Siapakah gerangan hingga ada di hutan rimba dekat pantai?”
“Saya adalah Nini Beruk sedangkan suami saya adalah Kaki Beruk” jawab Nini Beruk.
Ternyata nenek tua yang dikenali Adipati dengan nama Kaki dan Nini Beruk, Orang Mataram yang sedang lelakon di gubuk-gubuk hutan rimba sebagai suku pertaman di daerah yang belum ada namanya.
Di daerah itu Adipati kebetulan haus, maka dimintalah buah semangka tanaman Nini Beruk walau kelihtan masih muda, tetapi apa yang terjadi ketika semangka dipegang oleh Adipati dan dibelah dengan keris simonglang, buah itu nampak besar dan setelah dibelah kelihatan matang. Melihat kejadian itu Nini Beruk baru tahu bahwa dirinya kedatangan tamu sakti mandraguna dari kerajaan Mataram. Usai memakan buah semangka sang Adipati lalu berpamitan walau Kaki Beruk belum pulang. Hingga berpesan “nanti kalau Kaki Beruk pulang sampaikan tadi saya mampir”. Kata Prabu Papak Purbaya seraya memberikan keris Simomonglang kepada Nini Beruk dan berpesan “Kelak keris ini dapat menjadi paku di daerah ini, dan daerah ini kelak menjadi besar dinamakan Witduri (saat itu banyak tanaman randu/pohon kapuk berduri), dan apabila kelak Keris Simonglang ini dimiliki dan dapat diambil bagi orang yang bertangan papak (keempat jari tangannya berposisi sama panjang perlambangan keluguan dan kejujuran)”.
“Baik kanjeng,” jawab Nini Beruk. Dan diingatlah pesan Adipati oleh Nini Beruk sambil memeganag keris Simonglang yang diberi Adipati, kemudian Adipati pergi melanjutkan perjalananan pulang ke Mataram. Selang beberapa waktu kemudian Kaki Beruk pulang merimba hingga mendapatkan informasi dari Nini Beruk atas kedatatangan Adipati. Setelah Kaki Beruk mendengar informasi itu seolah paham, lalu dikejarnya Adipati barangkali masih bisa ditemui tetapi Adipati sudah tak nampak.
Pada jaman kerajaan Mataram pertengahan abad ke 15 daerah yang diberi nama oleh Adipati Papak Purbaya “Widuri” diperintahkan oleh seorang kanjeng pangeran Benowo yang sebelum menjadi kanjeng, pernah merantau di daerah kesultanan Cirebon untuk berguru ilmu datang godaan wanita cantik dari saudara kesultanan Cirebon. Akhirnya Pangeraan Benowo memutuskan menghindari godaan itu dan pulang ke daerah kediamannya. Kemudian Pangeran Benowo menuju ke tempat persemediannya di daerah (sekarang Penggarit). Dalam semedinya, pangeran Benowo mendengar suara “Pang kuwe gariten, ning nggarit balik”. Ternyata setelah digarit dengan kerisnya (keris Kyai Tapak) batang pohon itu menggarit, maka pulanglah pangeran Benowo ke rumah orang tuanya, sehingga daerah persemediannya dinamakan daerah Penggarit yang berlokasi di desa Penggarit kecamatan Taman, kabupaten Pemalang. Setelah kembali, pangeran Benowo diangkat menjadi Kanjeng (sebutan Bupati dulu) di daerah yang sekarang Pemalang (Penghalang) pada tahun 1570-an. Tata pemerintahan pada waktu itu sesuai dengan aturan pemerintahan Mataram, sehingga daerahnya bercirikan sama, dari mulai Brebes sampai Surakarta.
Daerah pemerintahannya berupa Pendopo Kabupaten, Alun-alun. Masjid Agung atau kauman (sebelah barat), Poncociti (Pengadilan /pakunjaran/Lembaga Pemasyarakatan) di sebelah selatan, dan Pasar di sebelah utara. Kesemuanya itu menggambarkan tata cara roda pemerintahannya yang hingga saat ini. Namun demikian saat itu masih dalam pemerintahan penjajah Belanda.
Pada abad ke 16 ketika awal dijajah VOC, kabupaten Pemalang diinstruksikan oleh pihak Adipati penjajah VOC untuk mengumpulkan gaman atau keris-keris sakti di Pendopo kabupaten Pemalang. Dari gaman-gaman sakti yang di tarik itu tersimpan keris milik pangeran Benowo (keris kyai Tapak) dan keris Simonglang pemberian Adipati Papak Purbaya.
Dan sampai saat ini, keris Sitapak – Simonglang masih tersimpan rapi di Pendopo kabupaten Pemalang dan menjadi aset penting peninggalan sejarah yang pernah terjadi di daerah Pemalang.

(Sumber: http://ghinalarassati.blogspot.co.id/2010/10/sejarah-keris-sitapak-simonglang.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar