Sumpah setia Nyai Widuri

Nyai Widuri, ditinggalkan suaminya Ki Tanjang, hanya menerima tamu Pangeran Purboyo digubuknya saat suaminya tak ada di rumah. Keris milik pangeran yang tertinggal dicurigai suaminya adanya pria lain. Sambil mengacungkan keris milik Pangeran Purboyo, ditepian bibir pantai yang basah, Nyai Widuri mengucapkan sumpah. “Demi kesetiaanku kepada Kakang Tanjang suamiku, anak cucuku kelak tidak boleh saling bertengkar, suami istri harus saling menyayangi melangkah seiring sejalan seperti mimi mintuna.”
Kanjeng Adipati Sumodilogo merasa cemas lantaran terjadi kerusuhan yang dibiangi kelompok yang menamakan diri Selingsingan. Kerusuhan itu nyaris tak terkendali, rakyat yang tak berdosa menjadi korbannya. Para demang dan penatus merasa kewalahan menanggulangi ulah brutal perusuh. Kanjeng Adipati yang setia kepada Mataram berfikir keras untuk mencari solusi.
Karusuhan merambah kawasan pesisir yang membentang dari barat ke timur. Tak hanya mengobrakabrik permukiman, para perusuh juga menjarah harta benda maupun barang-barang berharga milik warga. Harta jarahan tersebut diangkut dengan sejumlah perahu menuju kearah barat.
Kanjeng Adipati pun mengutus kurir untuk melaporkan terjadinya kerusuhan kepada Kanjeng Sultan di Mataram. Terkisah bahwa petugas utusan kembali ke Pemalang dengan membawa hasil yang menggembirakan. Dia datang bersama seorang perwira muda yang tak lain adalah Pangeran Purboyo. Dikenalkanlah Pangeran Purboyo kepada sang adipati yang sertamerta menyambut gembira kehadirannya. Dalam hati sang adipati tergambar kemenangan gemilang, para perusuh lari tunggang langgang meninggalkan bumi Pemalang.
Pangeran Purboyo yang tak lain kemenakan sendiri itu oleh Kanjeng Sultan dibekali pusaka piandel berupa keris bernama Kyai Simongklang. Dibantu sejumlah prajurit setia kadipaten, bangsawan mahir olah kanuragan itupun menghajar tanpa ampun setiap perusuh yang dijumpainya. Komplotan perusuh pun kocar kacir, lari meninggalkan hutan Sirawung sehingga Pangeran Purboyo pun kehilangan jejak ketika sampai di kawasan pesisir yang jauh dari permukiman penduduk.
Setelah hampir seharian penuh berperang dan memacu kuda tunggangannya dia sampai di sebuah gubuk milik petani. Terbayanglah dalam benaknya seteguk air dari sebuah gogok, sejenis bejana terbuat dari tanah yang biasa dijadikan wadah air minum warga desa. Tentu dengan air yang sejuk dan bening dari wadah tersebut rasa hausnya akan segera berakhir.
Betapa terkejutnya Pangeran Purboyo ketika dilihatnya ada seorang wanita ayu rupawan berada sendirian dalam gubuk itu. Begitu pula halnya wanita itu terkejut bukan kepalang ketika di depan matanya telah berdiri seorang pemuda tampan rupa mengenakan busana perwira kesultanan. Dengan gugup wanita desa itupun mencoba menyapa tamu tak diundang yang ketampanannya membuat dirinya salah tingkah. Namun belum sepatah kata pun terucap sang tamu lebih dulu menyampaikan salam dengan sikap santun.
“Maaf, Nyai, saya telah sembrono memasuki dusun ini tanpa permisi………!” tuturnya. Si wanita pemilik gubuk pun tak hanya tersipu dan gugup, kini hatinya berdebar-debar, tak kuasa matanya menatap wajah tamunya yang rupawan.
“Oo, ti..tidak apa-apa, Denmas, silakan masuk guguk sederhana ini, diluar udara panas sekali……!” ucapnya sambil menundukkan wajah. Tamu priyagung gagah tampan itupun melangkah masuk, kemudian dia duduk diatas bale-bale yang terbuat dari bambu. Wanita desa berwajah ayu itu tidak lain Nyai Widuri, istri Ki Tanjang, petani yang berkebun dekat pesisir laut. Wanita bersahaja ini pun hatinya tak menentu setelah tahu bahwa tamunya tidak lain Pangeran Purboyo, seorang bangsawan Mataram utusan Kanjeng Sultan. Sebagai seorang wanita, hati Nyai Widuri tergetar, merasakan sesuatu yang luar biasa tengah terjadi. Tak pernah selama hidupnya dirinya bermimpi didatangi seorang bangsawan berpangkat tinggi seperti Pangeran Purboyo yang kini berada di depan matanya.

Melihat tamu agungya lelah dan kehausan, Nyai Widuri menawarkan buah semangka yang baru dipetik di kebun dekat gubuknya. Pangeran Purboyo segera menerima dan memakan buah segar tersebut. Kepada sang pangeran disampaikan pula bahwa tak lama lagi suaminya akan datang membawa makanan dan air dari rumah. Mendengar kata-kata Nyai Widuri itu Pangeran Purboyo terlihat gelisah. Dia pun bergegas meninggalkan gubuk dan Nyai Widuri yang terkesima tanpa tutur kata. Diikutinya kepergian tamu agung itu hingga semakin jauh dan hilang dari pandangan mata. Hatinya pun tak terkira sedihnya. Pangeran tampan rupawan itu seakan hanya sekejap saja dimilikinya. Karena sesaat kemudian dia pun pergi entah kemana.
Tidak lama kemudian Ki Tanjang, suaminya pun datang. Lelaki lebih paruh baya itu segera meletakkan bekal bawaannya diatas amben bambu. Namun betapa kegetnya ketika dilihatnya sebilah keris pusaka terselip di dinding gubuk. Kecurigaannya pun tak terelakkan manakala menyaksikan istrinya acuh tak acuh dan wajahnya tidak sumringah seperti biasa. Sebagai seorang suami Ki Tanjang merasa curiga lalu ditanyakan kepada sang istri siapa gerangan yang baru saja datang ke gubuk. Istrinya pun menjawab, tak seorang pun yang datang dengan maksud buruk. Priyagung yang rawuh ke gubuk adalah seorang pangeran yang sengaja dipersilakan singgah di gubuk dan diberi buah semangka untuk melepas rasa hausnya. Namun bangsawan itu menjadi gugup ketika diberitahu bahwa Ki Tanjang suaminya tak lama lagi akan datang membawa makanan dan minuman dari rumah. Dia buru-buru pergi dan keris pusaka miliknya tertinggal di dinding gubuk.
Ki Tanjang tidak percaya pada jawaban istrinya. Tidak mungkin seorang lelaki tidak melakukan perbuatan tak senonoh terhadap seorang wanita yang ditemuinya di tengah ladang yang jauh dari perkampungan. Secepat kilat disambarnya keris pusaka yang terselip di dinding. Akan tetapi Nyai Widuri rupanya tak kalah gesit. Dalam sekejap gagang keris itupun berhasil digenggamnya, sementara sang suami hanya mendapatkan sarung benda pusaka itu. Bersiaplah suami istri itu untuk berperang tanding. Namun begitu melihat keris terhunus, Ki Tanjang seketika gentar dan merasa tidak mungkin mampu melawan sang istri. Sambil mengucapkan sumpah serapah lelaki tua itupun berlari ketakutan begitu cepatnya kearah selatan menuju lereng Gunung Slamet. Sementara Nyai Widuri yang tidak merasa melakukan perbuatan tak senonoh seperti yang dituduhkan suaminya hanya bisa menangis tersedu-sedu dengan penyesalan tak terhingga di hatinya.
Berhari-hari lamanya Nyai Widuri dirudung sedih dan penyesalan. Suami yang dicintai serta dihormatinya itu telah pergi tak tahu rimbanya. Akhirnya Nyai Widuri bertekat demi kesetiaan dan cintanya kepada sang suami. Senja di bawah langit merah dia berdiri menghadap laut sambil mengacungkan keris pusaka dan mengucapkan sumpah.

“Demi kesetiaanku kepada Kakang Tanjang, anak cucuku kelak jangan saling bertengkar, suami istri harus saling menyayangi melangkah seiring sejalan seperti mimi mintuna.” Usai mengucap sumpah Nyai Widuri pun pulang ke rumah dengan kegundahan di hatinya.
Terkisah pagi harinya di pendopo kadipaten, Kanjeng Adipati Sumodilogo menggelar pisowanan agung dihadiri para tumenggung dan demang. Kanjeng Adipati menyampaikan tentang firasat mimpinya kejatuhan rembulan kembar di pangkuan. Namun hingga selesai menyampaikan kepada semua yang hadir tidak seorang pun tahu apa makna mimpi tersebut.
Tiba-tiba tanpa diduga seorang wanita datang tergopoh-gopoh sambil menggenggam keris di tangannya. Wanita yang ternyata Nyai Widuri itu langsung menghadap kanjeng adipati dan menceritakan apa yang telah dialami sehingga keris pusaka Mataram itu ada di tangannya.
Tak terkira gembira hati Kanjeng Adipati Sumodilogo. Kedatangan Nyai Widuri dengan keris pusaka tak lain adalah jawaban atas firasat mimpinya itu. Atas ketulusan Nyai Widuri itu akhirnya Kanjeng Adipati Sumodilogo memberikan wilayah pesisir untuk menjadi tanah perdikan hingga anak cucu keturunannya. Sang adipati juga wanti-wanti agar kelak jika menjadi ramai dan rakyatnya sejahtera perdikan itu diberi nama Desa Widuri. (Ruslan Nolowijoyo)****
Catatan : Disarikan dari “Legenda Desa Widuri” Karya Muchalil, BA (1993)
(Sumber: https://www.facebook.com/Community.Pemalang.Ikhlas/posts/240624832674413)

1 komentar:

  1. babyliss pro nano titanium straightener
    babyliss pro titanium pipe nano titanium straightener · Fits · Description · black titanium fallout 76 Type of Material titanium wedding rings · Length · Weight · Diameter titanium rod · Material titanium apple watch band · Material · Type · Weight

    BalasHapus