Pangeran Benowo

Dalam sejarah Pengeran Benowo adalah salah satu anak Raja Hadiwijaya atau Jaka Tingkir dari Pajang. Masyarakat Pemalang mempercayai keberadaan Makam Pangeran Benowo di Desa Penggarit dilatarbelakangi oleh pencarian pusaka Keris Sitapak. 
Pusaka ini dimiliki Tunggul Wasesa Palawangan yang bermukim di Desa Palawangan dekat Pantai Widuri. Kerajaan Pajang memerlukan keris pusaka Sitapak dalam upaya memenangi perang ”Konjana Papa”, yaitu perang antara ayah dan anak dalam memperebutkan takhta kerajaan. Sultan Hadiwijaya yang berkuasa di kerajaan Pajang mengadakan peperangan dengan Sutawijaya yang merupakan anak angkat karena Sutawijaya ingin menjadi pewaris Kerajaan Pajang sementara Sultan Hadiwijaya ingin menyerahkan kerajaan pada anak sulung. 
Pangeran Benowo yang merupakan anak sah Sultan Hadiwijaya, meskipun bukan anak sulung atau Putra Mahkota, tentu membela kedudukan ayahnya. Ia diberi tugas untuk mendapatkan pusaka yang dimiliki oleh Tunggul Wasesa sehingga rela melakukan perjalanan jauh dari Pajang hingga ke Palawangan selain bisa memenangkan peperangan.
Ketika sampai di Palawangan, bertemulah ia dengan Tunggul Wasesa dan mengutarakan sebab kedatangannya. Tunggul Wasesa berkata bahwa ia tidak meminjamkan senjata pusaka itu, namun sekalian memberikannya dengan syarat bahwa ia bisa mengangkat pusaka itu dan menikahi anaknya yang bernama Dewi Urang Ayu. Ia ingin menguji apakah Pangeran Benowo betul-betul ingin mendapatkan pusaka itu dan menjalankan darma bakti pada orang tua meskipun harus menikah dengan seorang perempuan yang tidak cantik. 
Ternyata keris pusaka Sitapak dengan sangat mudah diangkat oleh Pangeran Benowo. Para hadirin yang melihat peristiwa itu sontak bersorak-sorai. Pangeran Benowo berjanji akan menikahi Dewi Urang Ayu kalau ia sudah menjalankan darma bakti membela Sultan Hadiwijaya dalam peperangan. Tapi Kerajaan Pajang kalah perang dengan Sutawijaya yang berkuasa di Kota Gedhe. Mendengar berita kekalahan itu, Pangeran Benowo kecewa. Hasil kerja kerasnya sia-sia belaka.
Diliputi kemarahan, tanpa sadar ia membanting keris pusaka Sitapak ke sebuah pohon nagasari besar sehingga pohon itu seketika saja tumbang hingga ke akar-akarnya. Pusaka Sitapak tertancap pada pohon dan tidak ada seorang pun yang bisa mencabutnya. Pangeran Benowo dan pengikutnya lalu memutuskan bertempat tinggal di situ.
Kekecewaannya membuat ia melupakan janji pada ki Tunggul Wasesa Palawangan untuk menikahi Dewi Urang Ayu. Ia tinggal di tempat itu dan hidup sebagai kawula alit.
Untuk kepentingan makan ia mencari ikan lele di kali dekat pohon tumbang. Tapi ia tak bisa menutupi kegundahan pada sosok Dewi Urang Ayu. Melihat kekecewaan dan patah hatinya karena tak menikahi Dewi Urang Ayu orang-orang menyebut keadaan Pangeran Benowo dengan istilah Grogek atau ”Patah hati”.
Dan sungai tempat ia mencari ikan dinamai Kali Grogek. Di Kali Grogek ada tempat bernama Jamban Ndalem, tempat mandi raja. Jamban Ndalem sendiri adalah bagian Kali Grogek yang terdalam, bahkan ada gua dalam kali yang menjorok ke Candi Penggarit. 
Setelah mengatasi segala kekecewaan hidupnya ia menemui ki Tunggul Wasesa Palawangan dan Dewi Urang Ayu. Diadakanlah pernikahan sederhana antara Pangeran Benowo dan Dewi Urang Ayu.
Dari perkawinan itu mereka dikaruniai dua orang anak laki-laki dan perempuan, yaitu Joko Genteng yang diasuh oleh Ki Gedhe Kesesi dan Gandasari yang diasuh oleh Ki Gedhe Ampel Gading. 
Pada masa tuanya Pangeran Benowo meninggalkan kehidupan duniawi dan memutuskan untuk bertapa. Salah satu pengikut Pangeran Benowo, yaitu Mbah Kemis Hijrah ke Desa Cibelok. Hanya Jamur Apu yang setia mengikuti Pangeran Benowo dan mendampingi dalam melakukan tapa brata. 
Hingga sekarang masyarakat di sekitar Pemalang percaya bahwa makam tua di Desa Penggarit dekat pohon besar di Kali Grogek itu adalah Makam Pangeran Benowo. Sampai 1950-an, di Makam Pangeran Benowo masih terpajang tulisan dengan huruf Jawa yang berbunyi kurang lebih: ”Yen Ngabekti den nastiti ngati-ati marang Gusti. Aja lali para Wali kang supadi antuk panganggep ingsun.” 

(Sumber: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/07/21/73235/Mengingat.Situs.Desa.Penggarit.)

1 komentar: